Tidak ada satupun manusia normal yang mau dikatakan bodoh. Begitu juga para korban penipuan.
Mereka memilih mengakui bahwa dirinya telah menjadi korban hipnotis daripada mengakui sebagai
korban penipuan. Karena jika mengaku dirinya telah ditipu, secara tidak langsung dia menunjukkan
kelemahannya atau kebodohannya kepada orang lain.
Dalam banyak kasus yang saya amati, pengakuan korban bahwa dirinya dihipnotis adalah bentuk
penghindaran karena tidak mau dikatakan bodoh oleh orang lain (polisi, wartawan, keluarga atau
masyarakat yang lebih luas). Dan dalam beberapa kasus lainnya, korban merasa benar-benar dihipnotis
karena korban tidak menyadari kebodohannya
Misalnya yang sering terjadi, yaitu kasus penipuan dengan modus menjual jam bermerek atau emas
batangan dengan harga murah dan kasus penukaran uang dolar palsu yang katanya nilanya puluhan juta
tapi boleh ditukar hanya dengan beberapa juta saja. Bagi korban yang tertipu menukarkan uangnya
dengan uang palsu atau membeli barang palsu, akan sangat memalukan jika korban mengakui dirinya
telah tertipu karena tidak bisa membedakan uang dan emas yang asli atau palsu. Akhirnya, agar tidak
dianggap "kurang cerdas" oleh orang lain, dia mengaku telah dihipnotis atau dipengaruhi pikirannya.
Dengan mengkambinghitamkan "hipnotis", dia berharap kebodohannya bisa tertutupi
Memang benar, sebuah kejahatan apapun bentuknya adalah kesalahan. Kita dibenarkan untuk
menyalahkan pelaku penipuan atas hilangnya harta benda kita. Namun kita juga harus berani mengakui,
bahwa penipuan itu terjadi juga karena kita sendiri kurang waspada, tidak mengerti, atau terlalu serakah
menginginkan harta yang besar dalam waktu cepat dan mudah. Keserakahan selalu membuat orang tidak
rasional. Dan cara termudah untuk membujuk orang serakah adalah dengan menjanjikannya keuntungan
yang sangat besar
**********
Mengapa wartawan atau penulis berita masih mengatakan penipuan dan perampasan itu sebagai
"kejahatan hipnotis" padahal mereka adalah kalangan terpelajar yang seharusnya selalu
mengungkap fakta?
Penulis berita menggunakan istilah hipnotis secara kurang tepat mungkin karena salah satu dari tiga
sebab di bawah ini:
1. Tidak tahu hipnotis yang sebenarnya
2. Menulis saja apa kata korban atau mengikuti penyataan korban yang mengaku bahwa dirinya
menjadi korban hipnotis
3. Sebagian penulis berita mungkin sudah bisa membedakan hipnotis dengan penipuan dan
perampasan, tapi dia menggunakan istilah "hipnotis" dalam judul beritanya agar terdengar dan
terlihat lebih menarik. Coba bandingkan, dua judul ini: Wanita Cantik Tertipu 200 Juta,
bandingkan dengan Wanita Cantik Menjadi Korban Hipnotis, 200 Juta Melayang. Lebih menarik
yang ada kata hipnotisnya kan?
Betapa indahnya apabila rekan-rekan penulis berita bisa memahami apa itu hipnotis yang sebenarnya
agar dapat menggunakan kata "hipnotis" pada tempatnya. Mari kita beri masyarakat kita informasi
yang bermutu, membangun dan benar
Pemahaman terhadap hipnotis secara benar sangat penting agar masyarakat kita bisa menerima
hypnosis dan mendapatkan manfaat yang sangat-sangat besar dari aplikasi hypnosis dalam berbagai
bidang kehidupan manusia
********
Mengapa masyarakat menghubungkan hipnotis dengan kejahatan?
Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya. Masyarakat awam umumnya
mempercayai berita dari Koran, televisi dan internet. Apalagi media yang mengeluarkan berita itu
adalah media masa yang terpercaya dan terkenal. Masyarakat awam kemudian ikut-ikutan menganggap
bahwa hipnotis adalah kejahatan atau ilmu hitam seperti apa kata berita, tanpa menelusuri
kebenarannya.
Jadi seolah-olah ada lingkaran setan antara Korban Penipuan, Pemberitaan, dan Persepsi Masyarakat,
sehingga terciptalah kesan menakutkan jika kita mendengar kata "hipnotis". Adalah tugas kita untuk
mengungkap fakta dibalik kesalahpahaman. Semoga e-book ini bisa - sedikit banyak – mencerahkan
pemahaman kita tentang hypnosis
0 komentar:
Posting Komentar